GM – Di tengah konflik dan perang di beberapa belahan dunia yang sedang berkecamuk, Jakarta Islamic Centre (JIC) sebagai lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengundang para da’i dari beberapa negara belahan dunia untuk menjadi pembicara dan peserta Muktamar Da’i Internasional dengan tema “Peran Dakwah Islam dalam Menciptakan Perdamaian dan Mengembangkan Peradaban”. Acara ini berlangsung dari tanggal 12 – 13 Desember 2023 di Hotel Harris & Convention Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Acara ini dihadiri ulama-ulama ternama dari Indonesia maupun luar negeri seperti dari Mesir, Palestina, Irak, hingga Turki. Tampak hadir dalam acara K.H. Cholil Nafis, K.H. Nasaruddin Umar, Dr. Fathullah Mohamed Fathalla Azuqaiziq, Dr. Ammar Jailana Arraffah, Prof. Dr. Hakeem Ilahi, serta Syekh Ali Qor’awi. Peserta yang hadir berkisar 100 orang dari kalangan da’i di seluruh Indonesia yang diundang khusus oleh JIC. Muktamar Da’i Internasional kali ini membahas isu-isu dakwah kontemporer dalam menjawab tantangan dakwah yang terus berubah, seperti tema kesiapan da’i dalam menghadapi masyarakat 5.0, reformulasi metodologi dakwah untuk menghadapi dunia yang berubah, strategi pengintegrasian nilai-nilai perdamaian dan peradaban dalam dakwah yang multi konteks, hingga peran masjid untuk mengembangkan peradaban.
“Kami memilih isu perdamaian dan peradaban, karena memang sejak didirikan JIC dimaksudkan untuk berbicara mengenai peradaban Islam yang salah satunya bagaimana agar dunia ini tetap damai dan harmonis. Kegiatan hari ini pun bertujuan untuk menyatukan pemikiran dan juga fokus pada satu isu terbesar yakni isu kemanusiaan,” ujar Plt. Ketua JIC K.H. Dr. Didi Supandi, Lc., MA.
K.H Didi melanjutkan, “Sebagaimana kita tahu saat ini tengah terjadi persoalan yang kita sebut krisis kemanusiaan di beberapa belahan negeri, kita tahu terjadi peperangan. Untuk itu, kita memandang pentingnya para da’i menjadi agen untuk menyuarakan perdamaian dunia, ini yang utama.”
JIC memang telah mulai menginisiasi beberapa agenda internasionalnya sebagai langkah awal untuk menjadi pusat peradaban dunia Islam, seperti konferensi internasional, pameran kaligrafi internasional, dan terakhir dialog pemuda se-ASEAN di Kuala Lumpur. Rencananya, JIC akan terus melakukan roadshow ke beberapa negara dunia untuk menawarkan format nilai-nilai Pancasila sebagai filosofi khas dan karakter peradaban bangsa Indonesia yang dapat dijadikan inspirasi oleh negara-negara lain.
“Kami mengundang beberapa perwakilan negara luar dalam acara Muktamar Da’i Internasional untuk kemudian dari Indonesia kita menyuarakan perdamaian dunia. Sejalan dengan itu, dalam program JIC tahun 2024 nanti, kami juga lebih banyak mengajak dialog stakeholder peradaban di dunia pada negara Islam maupun bukan, agar mereka mau membuka diri untuk terus berdialog dalam rangka menciptakan perdamaian dunia,” tegas K.H. Didi.
Selain mendengarkan paparan narasumber dari para ulama, peserta juga akan mendengarkan on call paper dari para peserta yang nantinya makalah mereka akan dijadikan prosiding atas hasil dari muktamar da’i ini. JIC akan menyebarluaskan hasil muktamar da’i ke seluruh Indonesia dan para da’i di seluruh dunia, dengan harapan hasil muktamar ini bisa menjadi common platform bagi para da’i di seluruh dunia untuk bisa menjadi agen-agen perdamaian dunia di negaranya masing-masing.
Lima Poin Rekomendasi bagi Para Da’i
Muktamar Da’i Internasional yang diselenggarakan JIC menghasilkan lima poin rekomendasi yang dibacakan oleh Ketua Pengarah sekaligus Ketua Panitia Bapak Ir. H. Herlan Intanpura dalam sesi penutupan. Pertama, para da’i sudah seharusnya melengkapi dirinya dengan skill untuk dapat berdakwah di era 5.0 sehingga pesan dakwah Islamiyah yang mengajak pada perdamaian dunia dapat disebarluaskan ke seluruh dunia. Utamanya skill berdakwah di media sosial, kemampuan bahasa Arab dan Inggris, serta skill penunjang lainnya.
Kedua, perlunya para da’i untuk melakukan inovasi metodologi dalam berdakwah yang disesuaikan dengan kondisi dunia yang terus berubah tanpa menghilangkan prinsip-prinsip dakwah sesuai Alquran dan Sunnah. Prinsip dakwah utama yang tidak boleh diabaikan adalah bersifat Wasatiyyah dan Tawazun, tetap berpegang kepada manhaj Ahlussunnah wal Jamaah serta selalu mengedepankan pesan-pesan perdamaian.
Ketiga, strategi dakwah harus diintegrasikan dengan nilai perdamaian dan peradaban yang dapat mengantisipasi kondisi dunia yang multi konteks. Para da’i juga wajib menjadi agen-agen perdamaian agar kondisi dunia internasional jauh dari konflik seperti perang di Palestina yang dilakukan oleh penjajah Israel. Para da’i harus aktif menyuarakan penghentian penjajahan Israel yang telah berlangsung berpuluh tahun dan mengembalikan tanah milik Palestina kepada rakyat Palestina sehingga perdamaian dunia secara holistik dapat terwujud.
Keempat, umat Islam di seluruh dunia wajib menjadikan masjid sebagai pusat peradaban yang dapat menjadi energi bagi perubahan kondisi dunia yang semakin baik dan mencetak generasi para da’i yang menjadi agen perdamaian dunia. Masjid harus dikembalikan fungsinya sesuai yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, dimana seluruh aktivitas peradaban menjadi inti dari segala proses kegiatan di dalam masjid.
Kelima, mendorong pemerintah dan aparatur negara untuk terus secara aktif mendukung aktivitas para da’i yang dapat menciptakan stabilitas sosial dan perdamaian di tengah masyarakat. Para da’i harus dijadikan mitra strategis dalam mengatasi masalah sosial kemasyarakatan karena mereka adalah garda terdepan dalam membina mental spiritual masyarakat sehingga negara menjadi aman dan kondusif.
Rencananya, lima rekomendasi ini akan diikuti dengan action plan dari JIC untuk mewujudkannya dalam bentuk program-program kerja Jakarta Islamic Centre. “Kami akan terus membawa agenda rekomendasi ini dalam bentuk program yang konkrit di lapangan, sebagai komitmen JIC menjadi pusat peradaban dunia Islam,” pungkas Herlan Intanpura selaku kepala Divisi Takmir dan Peribadatan di JIC.