Posted inBisnis & Industri

Potensi Investasi di Tangerang Raya Semakin Menggeliat

GM – Tangerang Raya meliputi Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan di Banten masih menjadi sasaran investor untuk membiakkan uangnya. 

Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu (DPMPTSP) mencatat, capaian investasi Kota Tangerang tahun 2023 mencapai Rp14,99 triliun atau 155,05 persen. Jumlah ini melampaui target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Tangerang tahun 2023 sebesar Rp9,67 triliun.

Kepala DPMPTSP, Kota Tangerang, Taufik Syahzaeni mengungkapkan capaian tahun 2023 ini juga telah melampaui capaian tahun 2022 yang diangka Rp13,05 triliun dari target Rp9,21 triliun. Jumlah investasi ini, menandakan kepercayaan investor yang kian melirik terhadap Kota Tangerang untuk menanamkan modal usahanya di kota ini.

Sektor perumahan menjadi penyumbang nilai investasi terbesar di Kota Tangerang sepanjang tahun 2023. “Kota Tangerang dengan berbagai sumber daya, perkembangan dan pembangunan infrastruktur masih menjadi daya tarik bagi para investor baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA) untuk terus melakukan investasi,” bukaTaufik.

Ia pun menjelaskan, Pada RPJMD Kota Tangerang tahun 2019-2023 secara keseluruhan realisasi investasi ditargetkan sebesar Rp42,27 triliun dan telah terealisasi sebesar Rp57 triliun atau155,05 persen.

“Beberapa hal yang mendorong investasi Kota Tangerang meningkat, yakni Pemkot Tangerang melakukan pengawasan dan pembinaan terkait pelaporan untuk menciptakan data real lapangan, selain juga terus memberikan kemudahan dalam berinvestasi yang sudah berlandaskan Perda. Terakhir ialah kemudahan pelayanan perizinan yang terus ditingkatkan, sehingga investor merasa nyaman dan terlayani dalam berinvestasi di Tangerang,” katanya.

Lini Djafar, Managing Director Cushman & Wakefield Indonesia, sebuah perusahaan riset dan konsultan properti, menuturkan Tangerang memang menjadi wilayah berkembang lantaran memiliki karakteristik kinerja ekonomi dalam kota yang berubah secara signifikan dalam 10 tahun terakhir, seiring dengan pembangunan infrastruktur jalan dan kereta api.

Pasar propertinya berkembang cukup agresif dalam mengakomodasi pertumbuhan sektor bisnis, industri, dan pariwisata. Sektor hotel dan ritel pun telah berkembang secara signifikan baik dari sisi jumlah maupun kualitas pengembangan. Sejumlah pengembangan real estat skala besar telah berkembang terlebih dahulu dalam kota penyangga tersebut.

“Mempertimbangkan beberapa aspek seperti aksesibilitas yang sudah cukup memadai seperti akses tol untuk mobil, dan akses transportasi umum seperti commuter line, jarak Tangerang Raya terhadap Jakarta, dan fasilitas di sejumlah kawasan mandiri yang sudah komperhensif, maka peluang kawasan ini menjadi sumber investasi masih cukup beralasan,” ujar Lini belum lama ini di Jakarta.

Keuntungan lain, katanya, Tangerang berdekatan dengan Bandara Internasional Soekarna Hatta. Berbagai kebutuhan hidup berfasilitas dari beragam level pun hadir di sini. Mencermati perkembangannya, Tangerang kini memang menuju kota mandiri yang maju.

“Nantinya jika sudah diresmikan sebagai wilayah pemekaran dari Banten, bisa jadi Tangerang Raya akan menjadi salah satu provinsi paling maju dan kaya karena Bandara Soekarno-Hatta akan berada di Provinsi Tangerang Raya yang telah lepas dari Banten sebagai provinsi induk,” ungkap Lini.

Dapat Untung

Pun selaju dengan infrastruktur yang komplit dan berkembang cepat, pun hingga kini pengembangan Tangerang Raya masih menjadi hunian favorit kalangan profesional menengah. Sekitar 3-4 tahun terakhir harga rumahnya naik gila-gilaan menyusul makin lengkapnya fasilitas dan dukungan infrastruktur. Dalam setahun harga rumahnya bisa naik hingga 15-30 persen.

Hingga saat ini properti masih menjadi alternatif investasi yang banyak dipilih pemilik kapital. Asumsi bahwa harga properti tidak pernah turun, benar-benar melekat di benak banyak orang. Apalagi investasi properti wujudnya riil sehingga mereka merasa aman membelinya.

“Asalkan lokasinya bagus, dari rumah menuju banyak destinasi mudah, akan jadi favorit banyak orang,” ujar Lini.

Lepas bujang, Dimas Oktavia, 37 tahun, bersama istri memutuskan untuk mencari dan membeli hunian sendiri. Lebih tepatnya membeli dengan cara mencicil karena untuk membayar tunai sulit bagi karyawan swasta dengan gaji belum dua digit di salah satu perusahaan teknologi Perantauan asal Malang, Jawa Timur, ini termakan stigma: “Setelah menikah, belum bisa dibilang mandiri kalau belum punya rumah sendiri”.

Beruntung, pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengeluarkan beli rumah gratis biaya pajak pada 2019. Dengan memanfaatkan fasilitas tersebut, kini Dimas telah memiliki satu unit rumah tipe 72 di Gading Serpong, Tangerang.


“Karena jujur penghasilan saya ketika itu masih dalam hitungan standar. Kalau tak salah penghasilan pokok tak sampai Rp8 juta per bulan, ditambah penghasilan istri hampir serupa,” katanya di Tangerang, Minggu (14/7).

Rumah yang dipilih Dimas memang tidak megah, hanya memiliki luas tanah 52 meter. Cukup bagi pasangan muda yang belum diberikan momongan. Harganya sekitar Rp850 juta. Dimas mengangsur Rp6-7 jutaan per bulan selama 15 tahun.

Dipindah tugaskan ke Kota Bogor membuat Dimas dan istrinya melego rumah pertamanya itu setelah ditempat selama hampir 5 tahun. “Maret kemarin saya jual karena bolak-balik Tangerang-Bogor lumayan juga,” jelasnya. 

Rumah 3 kamar tidur dan dua kamar mandi menghadap danau dengan kondisi teras sudah direnovasi itu laku Rp1,63 miliar. “Awalnya pasang iklan online jual rumah Rp1,2 miliar. Tapi istri punya feeling bisa lebih karena perkembangan kawasannya maju banget, cobalah kita naikan lagi harganya jadi Rp1,7 miliar. Lakunya Rp1,63 miliar sudah termasuk kitchen set, AC dua unit, meja kerja, dua sofa dan 1 kulkas,” ungkap Dimas.

Cerita serupa datang dari Musa (41). Bankir di salah satu bank plat merah ini 8 tahun lalu membeli rumah seken satu lantai di kawasan Ciledug, Tangerang. Seperti halnya Dimas, Musa membeli rumah dengan cara mengangsur ke bank alias KPR. 

Bedanya, Musa membeli rumah seluas 72 m2, bangunan 70 m2 ini seharga Rp470 juta itu di permukiman umum, bukan perumahan. Setahun dihuni, Musa merenovasi dapur dan menambah 1 kamar tidur anak, serta memindahkan kamar mandi yang sebelumnya diapit dua kamar kini berada di samping dapur.

“Baru saya jual dua minggu lalu, laku Rp900 juta. Yang beli orang Pondok Aren. Rencananya kami sekeluarga pindah ke Lebak, Banten, meneruskan usaha orang tua,” ungkap Musa.

Dimas dan Musa adalah segilintir contoh kenaikan harga properti sangat tergantung lokasi, jumlah pasokan dan permintaan (supply and demand), konsep pengembangan, aksesibilitas, infrastruktur, dan fasilitas di kawasan, dan komitmen developernya menghidupkan proyek properti yang dikembangkan.

Pusat Bisnis Menggila

Nilai investasi di kawasan Tangerang Raya kian naik seiring waktu. Salah satu hal yang mendongkrak kenaikan ini adalah kehadiran Central Business District (CBD) yang tersebar di berbagai wilayah, mulai dari pusat kuliner, pusat bisnis, perkantoran, dan pusat hiburan yang saling terintegrasi.

Gading Serpong, salah satu kawasan hunian terpadu di Kabupaten Tangerang dengan pangsa pasar luas menjadi barometer kenaikan nilai investasi di Tangerang Raya. Dibandingkan dengan kawasan lainnya di barat Jakarta, Kota Gading Serpong dapat dikatakan sebagai kawasan yang paling strategis karena berada di tengah-tengah pengembangan kawasan besar lainnya, yaitu Alam Sutera, BSD, Karawaci, dan lainnya. Ditambah aksesibilitas tinggi dengan opsi moda transportasi umum yang beragam, menjadikan Gading Serpong sangat mudah dijangkau dari mana saja.

Konektivitas dan aksesibilitas yang sangat tinggi antara Gading Serpong dengan kawasan lainnya di Tangerang Raya dan Jabodetabek, membuat kawasan ini semakin terbuka dan mendorong perekonomian Tangerang semakin tumbuh lebih cepat. Kota Gading Serpong sukses bertumbuh menjadi kota favorit masyarakat untuk tinggal, berbisnis, dan berinvestasi. 

“Kota Gading Serpong telah berkembang menjadi destinasi populer di Tangerang Raya dan Jabodetabek dengan populasi mencapai lebih dari 120 ribu jiwa (belum termasuk komuter). Kota ini terus bertumbuh secara pesat dengan lebih dari 40 klaster terhuni, fasilitas kota yang lengkap, transportasi umum, jalan boulevard yang dilewati lebih dari 15.000 kendaraan per jam, dan tingkat okupansi bisnis yang sangat tinggi,” ujar Presiden Direktur Paramount Land, satu dari dua pengembang township Gading Serpong.

Proyek episentrum bisnis dan komersial bertajuk Manhattan District (22 ha) yang diluncurkan 2,5 tahun lalu, faktanya menjadi rebutan investor. Hingga April 2024, total 95% produk telah terserap pasar dengan baik. Manhattan District dikembangkan sebagai area komersial street level yang mengintegrasikan ruang indoor dan outdoor untuk menunjang kebutuhan dan gaya hidup masyarakat, serta menghadirkan pengalaman baru bagi pengunjung. 

Dari banyak faktor, Cok Putra Tri Utama, Project Management Director Paramount Land, mengatakan pertumbuhan Kota Gading Serpong yang pesat didorong dari upaya developer memperluas dan memperbaiki infrastruktur, menambah konektivitas dengan akses-akses jalan baru, dan memperluas captive market untuk menumbuhkan ekosistem bisnis yang sehat dan sustainable

“Penambahan akses ini memudahkan pengunjung masuk dan keluar Gading Serpong secara looping, yaitu alih-alih hanya menggunakan satu akses keluar-masuk, masyarakat dapat menggunakan berbagai jalur alternatif yang tersambung ke daerah pengembangan lain di sekitar Gading Serpong, menjadikan kota ini semakin terbuka lebar dan memiliki eksposur yang sangat tinggi,” terangnya.

Melihat respon pasar yang baik ditambah dengan kebutuhan ruang bisnis dan peradaban manusia yang tetap tinggi, Paramount Land akanbersiap menghadirkan kawasan mega district terbaru pada bulan Juli 2024. “Sedang kami persiapkan dengan baik,” pungkas Nawawi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *