GM – Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) kembali menjadi sorotan publik setelah pemerintah mengumumkan beberapa perubahan kebijakan yang signifikan. Tapera, yang diluncurkan sebagai upaya untuk menyediakan perumahan yang lebih terjangkau bagi masyarakat, kini menghadapi berbagai kritik dan tantangan dalam pelaksanaannya.
Program Tapera diluncurkan dengan tujuan utama untuk membantu masyarakat Indonesia, terutama golongan menengah ke bawah, dalam memiliki rumah sendiri. Melalui program ini, pekerja diwajibkan untuk menyisihkan sebagian kecil dari gaji mereka sebagai tabungan yang akan digunakan untuk membiayai kepemilikan rumah. Pemerintah berharap dengan adanya Tapera, masalah backlog perumahan yang mencapai jutaan unit bisa diatasi secara bertahap.
Namun, baru-baru ini pemerintah mengumumkan beberapa perubahan kebijakan yang memicu berbagai reaksi dari masyarakat dan para pengamat ekonomi. Salah satu perubahan utama adalah peningkatan persentase iuran yang harus dibayarkan oleh pekerja. Banyak yang berpendapat bahwa kenaikan ini justru akan menambah beban bagi masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca-pandemi.
Di sisi lain, pemerintah menegaskan bahwa perubahan kebijakan ini diperlukan untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitas program Tapera. Dengan iuran yang lebih besar, dana yang terkumpul akan lebih signifikan, sehingga lebih banyak masyarakat yang bisa mendapatkan manfaat dari program ini.
Di lapangan, pandangan masyarakat mengenai Tapera cukup beragam. Beberapa mendukung program ini sebagai langkah nyata untuk mengatasi masalah perumahan, sementara yang lain merasa skeptis tentang pelaksanaannya.